Senin, 12 Januari 2009

KESELAMATAN KERJA

Standar keselamatan kerja dikota besar seperti Jakarta kurang mendapatkan perhatian dan pengawasan oleh instansi yang berwenang, contoh soal : terlihat pada foto beberapa tukang batu yang mengerjakan pembangunan rumah susun berlantai enam. Mereka sama sekali tidak menggunakan peralatan keselamatan kerja berupa topi helm atau sabuk / tali pengaman tubuh untuk menghindari terjadinya kecelakaan.

Apakah ini suatu keteledoran dari pemborong yang tidak menyiapkan peralatan keselamatan kerja atau pekerjanya sendiri yang tidak menyadari perlunya peralatan keselamatan kerja, atau barangkali mereka merasa repot bila menggunakan peralatan kerja dalam kegiatan sehati-hari.

Padahal pekerjaan mereka beresiko tinggi dan belum tentu mereka diasuransikan, manakala terjadi kecelakaan, siapa yang rugi? Apakah pemborong mau menanggung biaya pengobatan bahkan pemakaman kalau mereka sampai tewas?

Sudah saatnya instansi yang berwenang (Dinas Tenaga Kerja Tingkat Kotamadaya dan Kabupaten atau Tingkat Propinsi) agar selalu memberikan penyuluhan dan pengawasan terhadap keselamatan kerja para buruh dan tukang, agar kecelakaan kerja dapat diminimalisir. Kalau perlu menerapkan sanksi berat bagi para pemborong dan pekerja yang melanggar ketentuan.

Pelanggaran terjadi dimana-mana termasuk pelanggaran berlalu lintas dilakukan oleh pengguna jalan secara masal. Kapan disiplin dinegara tercinta ini dapat terwujud?


10 komentar:

Anonim mengatakan...

wah mbah ... ngeri aku lihat bambu-bambu itu, kayaknya ndak terlalu kuat ya mbah, meksake pekerjanya kalo jatuh

Mbah Suro mengatakan...

*Mbak Ely : Mbak mau tau berapa upahnya per hari, kalo diproyek seperti itu : paling tinggi tukang 60rb, kenek 35rb, tanpa uang makan, buat ngrokok saja sehari sebungkus sudah 7500 rp, belum untuk makan & ngopi, trus yang dibawa pulang sisanya brp? Insya Allah slamet....

Ernut mengatakan...

lha mandore berapa upahnya, mbah?

Mbah Suro mengatakan...

*Mbak Ernut : Biasanya 2x upah tukang,
kalo mandor kawat : kerjanya kendor, makannya kuat... Hik..3x

Sugeng Kariyodiharjo mengatakan...

Nuwun sewu mbah Suro, kawula titip komentar. Pamundhutipun mbah Suro sampun kawula pinangkani. Nyuwun pangapunten, tabelipun morak-marik.

Mbah Suro mengatakan...

*Pak Ugeng : Matur nembah nuwun Pak, panjenengan sampun minangkani panyuwun kulo, mugi tabel etangan puniko saged kangge warisan dumateng putro wayah kito sedoyo. Mugi Pak Ugeng sanes wekdal taksih kerso minangkani panyuwun kula. Sepisan malih matur nuwun pak.

Kandar Ag. mengatakan...

Slameeeet...slameeeet...
yen kula sampun semlengeren menawi kedah nyambut damel wonten ing papan kados ingkang kapacak ing gambar nginggil punika.

Mbah Suro mengatakan...

*Mas Kandar: Saya juga pernah "semlengeren" waktu pertama kali nyoba naik mobil tangga pemadam kebakaran yang tingginya 47 meter, tapi ada teorinya supaya nggak semlengeren mas, jangan lihat kebawah, lihatnya yang jauh kedepan atau kesamping agak tertolong.

Indro Saswanto mengatakan...

Maaf diantara mereka kadang juga gagah2an, biar dibilang top, golek wah... sampe2 mengorbankan keselamatan
kadang dinalar kita tidak masuk akal.
ngatos atos moas.....

Mbah Suro mengatakan...

*Mas Indro : Wis dadi sipating manungsa, iki lho aku sing paling...
Tanpa disadari kita juga kadang sombong. Sing lembah manah sopo hayo?